Manusia adalah makhluk yang dalam biologinya dikenal sebagai homo sapien atau sebuah spesies dari golongan bintang mamalia yang memiliki otak berkemampuan tinggi. Karena kekomplekan jenis bintang yang satu ini, biasanya manusia tidak hanya dipandang dari sisi biologinya saja namun juga dipandang dari sisi ruhani ( jiwa / spiritual ) dan antropologinya. Secara ruhani (spiritual) manusia dipandang sebagai makhluk istimewa dan tidak terbatas. Mereka mampu membuat dan mengatur diri mereka sesuai dengan apa yang dinginkannya melebihi apa yang dapat dilakukan oleh binatang lain di muka bumi. Sedangkan secara antropologi, manusia diamati dari sisi budayanya. Dalam hal ini, manusia diamati dan diplajari dari bahasa, peninggalan sejarah dan hasil teknologinya.
Banyaknya sisi yang harus dipelajari saat ingin mempelajari manusia berimbas pada jumlah persepsi yang muncul tentang manusia. Bagi kaum yang mempelajari manusia dari sisi biologinya, maka mereka akan beranggapan bahwa manusia tak lain hanyalah seekor binatang yang untuk mempelajarinya dapat didekati lewat pemahaman-pemahaman lain yang sejenis dengannya seperti tikus, kera dan sebagainya. Oleh karena itulah, para ahli biologi kebanyakan menggunakan sampel seekor tikus untuk mengamati prilaku, kekuatan dan kesehatan manusia. Adapun ahli biologi sendiri biasanya meyakini bahwa manusia merupakan hasil dari evolusi sebagaiman teori dari darwin. Karena keyakinan inilah, maka akhirnya kepercayaan tentang keberadaan adam sebagai manusia pertama menjadi pertanyaan yang tidak terjawab di kalangan ini. Dari sisi sepiritual, manusia muncul sebagai sosok yang istimewa. Tidak satupun makhluk yang ada di bumi yang mampu menyamainya. Kemampuan atau kecendrungan untuk mencari kekuatan yang lebih kuat darinya ( Tuhan ) membuatnya tidak pernah lelah dan selalu meningkat. Bahkan keinginannya untuk terus berbenah dan menata diri juga tidak bisa dibendung. Insting inilah yang memperkuat posisinya sebagai makhluk terhebat yang tidak terkalahkan. Biasanya orang yang memandang manusia dari sisi spiritualnya akan cendrung menyalahan teori dari para ahli biologi yang memandang manusia dari sisi disiplin ilmu mereka. Sedangkan untuk menyangkalnya, kaum ini percaya bahwa manusia berawal dari sosok yang bernama Adam dan istrinya Hawa. Dua orang ini adalah manusia pertama yang diturunkan langsung oleh Tuhan dari surga untuk menjadi khlifah di bumi. Memang tidak satupun bukti yang memperkuat pandangan ini ditemukan. Tetapi karena keyakinan yang dalam, maka kaum ini mampu bertahan dengan serangkaian jawaban yang telah disiapkan khusus untuk menyangkal pendapat kaum biologi. Secara antropologi, manusia ditemukan sebagai wujud dari keduanya. Yaitu sebagai makhluk hasil evolusi dari kera sebagaimana fosil - fosil yang ditemukan dan sebagai makhluk yang haus akan spiritual dengan bukti banyaknya konflik yang berujung pada peperangan akibat dari pertentangan cara ritual untuk mencapai kesempurnaan spiritual mereka.
Sebagai seorang muslim, kita biasanya memandang manusia dari sisi spiritualnya. Maskipun sebenarnya bukti yang memperkuat tentang keberadaan adam masih belum cukup untuk kita jadikan sebagai dasar atas keyakinan kita. Tetapi hanya berbekal dengan keyakinan atas keberadaan adam, kita mampu menolak segala bukti yang dikeluarkan oleh kaum akademik atas kebenaran teori evolusi. banyak pembenar yang muncul akibat dari keyakinan tersebut. Adapun sebagian pembenar yang biasa kita lakukan untuk menentang hal ini adalah:
Manusia tidaklah mungkin berasal dari hewan karena manusia jauh lebih hebat dibanding hewan;
Jika manusia berasal dari kera, mengapa sampai sekarang kera masih ada dan mengapa di zaman ini tidak ditemukan makhluk setengah manusia dan setengah kera sebagai bukti proses transisi dari kera ke manusia?
Memang kedua pembenar ini memiliki alur logika yang jelas dan cukup kuat. Tetapi mau kita akui ataupun tidak, sebenarnya pembenar ini berasal dari ketakutan kita atas hilangnya eksistensi adam sebagai manusia pertama.
Sebenarnya permasalahan adam dan teori evolusi ini bukanlah sebuah hal pelik yang membuat kita harus berretorika untuk membenarkannya . Karena dapat kembali kita lihat bahwa semua golongan yang mencoba mempelajari manusia hanya menyaksikannya dari satu sisi tidak dari sudut pandang yang lain. Padahal seharunya, saat kita mengamati manusia maka kita harus mengamati semua sisinya baru kemudian kita menyimpulkan bagaimana, apa atau mengapa manusia? Untuk mempermudah memahami hal ini, saya akan sedikit memberikan contoh permasalahan yang hampir sama dengan hal itu.
" Dalam sebuah kesempatan, berkumpullah 3 orang buta yang telah lama berteman. Orang buta yang satu datang dengan membawa seekor anjing jenis cihuahua kesayangannya. Anjingnya tersebut tidak pernah berhenti mengonggong. Sehingga kedua temannya penasaran tentang bagaimana wujud anjing tersebut. Akhirnya mereka kemudian mencoba meraba-raba anjing tersebut guna mendifinisikannya. Sia meraba dari arah depan sehingga ketika dia pertama kali mendaratkan tangannya, tangannya tersebut sampai pada mult anjing. Karena tangannya mendarat dimulut anjing, maka anjing tersebut menggit tangan si buta tersebut. Si buta yang satunya, meraba dari belakang. Adapun bagian anjing yang pertama dia pegang adalah ekor si anjing tersebut. Karena ekornya yang pertama dipegang, maka anjing tersebut merasa geli dan kemudian lari. Menurut pendapat si buta pertama, anjing milik temannya itu sangatlah berbahaya karena suka menggigit. Menurut si buta kedua, Anjing milik kawannya tersebut sangat susah dipegang, karena waktu dia mencoba memegangnya anjing tersebut lari. Berbeda dengan si buta yang punya anjing tersebut. Dia beranggapan bahwa anjingnya itu sangatlah jinak dan baik. Kemanapun dia pergi, anjing tersebut tanpa diminta akan ikut menyertainya dan berfungsi sebagai matanya."
Demikian ini sebuah kisah yang bercerita tentang si buta dan anjing. Sebagaimana golongan - golongan yang mendifinisikan manusia , tiap orang buta mendifinisikan anjing tersebut dengan definisi yang berbeda - beda. Meskipun sebenarnya yang mereka amati adalah satu yaitu anjing cihuahua. Dari sini dapat kita lihat bahwa, ketika metode dan sudut pandang yang digunakan untuk mengamati sesuatu itu berbeda, maka hasilnyapun akan berbeda. Dan padahal seharusnya untuk mendapatkan arti yang sesungguhnya tentang apa yang didefinisikan itu, pemangat harus menggabungkan berbagai sudut pandang yang ada. Dengan menggunakan cara yang sama, seharusnya kita dapat menggabung informasi tentang keberadaan fosil - fosil manusia purba, dinosaurus dan peninggalan-peninggalan sejarah lain untuk memperkuat bukti keberadaan adam. Sehingga keberadaan adam dapat menjadi sebuah imlu bukan hanya sebuah pengetahuan.
Terlepas dari kontrofersi tentang keberadaan adam, Sebenarnya pemunculan sosok adam bagi kaum beragama itu memiliki peran penting dalam proses pendifinisian nilai-nilai dasar kemanusiaan. Dalam kisah yang bercerita tentang adam, Adam diciptakan berasal dari saripati tanah yang tujuan dari penciptaannya adalah supaya dapat menjadi khalifah dibumi. Selain itu, Adam juga sempat tinggal disurga tetapi kemudian dibuang ke bumi sebagai tebusan atas kesalahan yang telah dilakukannya disurga. pada cerita pertama, tentang adam yang terbuat dari saripati tanah dapat kita ambil pelajaran bahwa, manusia bukanlah makhluk yang mulia. Oleh karena dia mengemban amanah untuk menjadi khalifah dibumi, maka dia kemudian menjadi makhluk yang haus akan ilmu guna menjaga dan melestarikan apa yang ada dibumi. Ilmu adalah komponen terpenting dari seorang pemimpin, sehingga dalam hal ini, untuk menunjukkan bahwa adam merupakan makhluk yang layak sebagai seorang khalifah, Tuhan mengajari adam beberapa nama barang. Pelajaran tentang nama - nama adalah ilmu yang paling dasar (pendifinisian). Karena adam mampu menyebutkan nama - nama barang yang telah diajarkan oleh tuhan, maka kemudian adam diakui oleh sebagian besar makhluk Tuhan sebagai khalifahnya. Penempatan adam disurga juga memberikan penjelasan lain tentang adam. Adam yang makhluk biasa ditempatkan disurga tempat makhluk - makhluk yang baik menjelaskan bahwa Adam beserta keturunannya memiliki kecendrungan untuk melakukan kebaikan (spiritual). Meskipun pada akhirnya, Adam tidak mampu bertahan di surga karena tergoda untuk memakan buah terlarang yang berarti bahwa, meskipun sebenarnya keturunan adam cendrung melakukan kebaikan, mereka juga masih memiliki kemungkinan untuk dapat melakukan hal yang tidak baik.
Dalam kasus lain Tuhan juga menjelaskan tentang kedudukan manusia yang satu dan yang lain. Dalam hal ini, Tuhan menjelaskan bahwa yang membedakan kedudukan manusia yang satu dan yang lain dimatanya adalah ketaqwaannya. Dan yang mampu membuat manusia diangkat kedudukannya adalah ilmu. Dari sini jelas bahwa Tuhan memang memposisikan manusia yang satu dan yang lainnya dalam posisi yang sama. Tidak ada satupun yang membedakan baik hak, kewajiban dan derajatnya di mata Tuhan. Bahkan Tuhan sendiri tidak menyinggung sedikitpun tentang ras, asal wilayah dan harta sebagai pembeda dari mereka. Tetapi justru Tuhan menjelaskan bahwa hanya taqwa dan ilmu yang membedakan manusia yang satu dan yang lainnya. Taqwa dan ilmu sebenarnya adalah sesuatu yang abstrak bahkan manusia sendiri tidak dapat mengetahui parameter tentang wujud ilmu dan taqwa ini. Dengan kata lain, bahwa hanya Tuhanlah yang tahu bagaimana dan seberapa besar ilmu dan taqwa seseorang. Dari sini dapat kita ketahui bahwa sebenarnya hanya Tuhanlah yang berhak menentukan kedudukan seseorang dan manusia tidak diperkenankan membedakan orang yang satu dan yang lainnya. Hal ini berarti bahwa secara tidak langsung, Tuhan berharap bahwa tiap orang memiliki hak yang sama dan satu sama lainnya tidak diperkenankan saling menindas atau membatasi hak yang lainnya.
Pandangan bahwa hanya tuhanlah yang dapat menentukan derajat kedudukan seseorang nampaknya memberikan berbagai permasalahan. Dalam kasus ini, dapat kita saksikan dari fenomena budaya yang terjadi disekitar kita. Sebagian besar kaum bangsawan eropa dan jawa dalam menjalankan pemerintahan mereka, mengklaim bahwa dirinya telah mendapatkan mandat dari tuhan untuk menjadi pemimpin di tanah tersebut. Hasilnya, dalam roda pemerintahan yang dijalankannya banyak terjadi penindasan terhadap golongan rakyat kecil yang dianggap bukan siapa- siapa oleh mereka. Oleh karena itulah, perlu adanya seorang yang diutus oleh Tuhan untuk menjadi contoh dan parameter bagaimana utusan tuhan yang sesungguhnya. Orang tersebut adalah Muhammad. Muhammad adalah seorang tokoh spiritual yang kemudian menjadi seorang pemimpin. Dia memang menyatakan bahwa dirinya adalah seorang utusan tuhan tetapi tidak sedikitpun dia menggunakan nama Tuhan sebagai pemulus urusan pribadinya. Bahkan dia juga memberikan sebuah contoh yang baik untuk sistem pemerintahan sebuah negara. Beliau menjadi seorang pemimpin atas dasar perjanjian dan musyawarah. Mungkin beliaulah orang pertama yang terpilih menjadi pemimpin atas cara ini. Pasalnya, pada zaman yang semasa dengannya, biasanya roda kemimpinan didapat dengan cara pemberontakan dan cara mempertahankannyapun biasanya dilakukan dengan menyatakan bahwa si raja adalah seorang yang menjadi perwakilan dari Tuhan untuk memerintah negara tersebut. Sedangkan muhammad memberikan contoh yang berbeda. Beliau tidak pernah menggunakan nama Tuhan untuk itu, bahkan beliau menggunakan nama Tuhan untuk menghapus sistem perbudakan yang ada di Arab. Perbedaan ras, pandangan tentang Tuhan dan status sosial tidak membuat Muhammad menyiksa atau menghukum rakyatnya meskipun dia memagang tambuk pemerintahan tertinggi. Muhammad di sini memiliki misi khusus yaitu untuk menjelaskan bahwa hanya orang yang mendapat titah dari Tuhan untuk memimpin haruslah seperti dia. Secara politis, hal ini merupakan sebuah gebrakan besar yang mampu mengancam keberadaan sistem monarki yang kebanyakan kurang efektif.
Karya lain saya tentang NDP HMI:
1. Dasar-dasar kepercayaan
2. Kedudukan NDP HMI
3. Ikhtiar dan takdir
4.Sejarah perumusan NDP HMI
5. pengantar dari saya
No comments:
Post a Comment