Pergerakan dan nilai yang mendasarinya


Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, pergerakan adalah kebangkitan (untuk perjuangan atau perbaikan). Sedangkan secara istilah, pergerakan adalah suatu perjuangan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memperbaiki suatu kondisi atau keadaan. Hal ini berarti, bahwa seorang yang melakukan suatu pergerakan haruslah mengetahui betul kondisi saat ini serta dapat mengevaluasi kekurangannya. Karena tidak mungkin jika seseorang ingin membenahi sesuatu namun tidak memahami apa yang akan di benahinya, maka untuk memahami hal itu, diapun harus menganalisa dengan se-obyektif mungkin dan kemudian mengevaluasi hasil dari analisanya tersebut. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah hal itu masih perlu diperbaiki atau tidak ataupun untuk mengetahui langkah apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan. Sedangkan untuk mengevaluasi diperlukan adanya sebuah parameter yang digunakan sebagai acuan. Dalam hal ini parameternya adalah nilai yang mendasari arah pergerakan tersebut. Contoh: seorang liberalis akan mengevaluasi, suatu peristiwa yang dilihatnya dengan nilai-nilai kebebasan berdasarkan pengertian freud dan kawannya yang dijadikan dasar pergerakan mereka.

Oleh karena nilai digunakan sebagai dasar dan acuan dari pergerakan, maka nilai tersebut haruslah berisi tentang sesuatu yang dianggap benar secara mutlak bukan benar yang relatif. Dan untuk mendapatkan sebuah nilai yang benar secara mutlak, maka nilai itupun harus diturunkan dari kebenaran yang mutlak pula . Benar secara mutlak inilah yang menjadi permasalahan. Karena tiap golongan memiliki persepsi dan pandangan yang berbeda tentang kebenaran mutlak ini. Perbedaan pandangan ini memang cukup wajar bagi manusia yang notabenenya memiliki sifat yang merdeka. Sehingga di sini saya tidak akan membahas tentang seberapa jauh perbedaan pandangan yang terjadi di antara golongan tersebut namun lebih menekankan pada proses pencarian tentang definisi merdeka itu sendiri untuk menuju kebenaran yang hakiki. Merdeka memang sering diartikan sebagai bebas. Namun sebenarnya, arti dari merdeka itu sendiri adalah bebas, tidak terjajah, ataupun tidak terikat oleh suatu apapun . Dari sini dapat kita ketahui bahwa merdeka tidak hanya bebas namun juga harus memenuhi kriteria lainnya. Saya sendiri lebih tertarik untuk menjelaskan tentang makna dari tidak terjajah dan tidak terikat oleh suatu apapun, karena disinilah letak dari pembeda antara bebas dan merdeka.

Tidak terjajah berarti bahwa seseorang yang merdeka haruslah tidak dipengaruhi oleh siapapun dalam menentukan pilihannya . Jika kita mengacu pada definisi ini, maka seseorang akan dikatakan merdeka jika saja dia tidak terpengaruh oleh apapun dalam menentukan pilihannya. Sedangkan dalam kondisi riilnya, seseorang tidak mungkin bebas menentukan apapun dengan tanpa pengaruh dari siapapun walaupun dia seorang filusuf maupun ilmuan sekalipun. Misal: seorang filusuf sedang menentukan difinisi dari kata “ada”, dia akan meninjau kata ini dari semua sisi kehidupan. Namun karena dia memiliki keterbatasan sudut pandang untuk meninjaunya, maka akhirnya dia mencari buku orang lain sebagai referensinya. Bahkan, cara yang digunakannya-pun identik dengan cara yang telah ditentukan oleh orang lain sebelumnya. Padahal merdeka hendaknya tidak terpengaruh oleh cara yang telah ditentukan oleh orang lain maupun pendepat orang lain mengenai hal itu jika mereka ingin disebut sebagai orang merdeka. Untuk itu, agar seseorang tidak terpengaruh dengan pendapat dan kerangka aturan yang telah ditentukan orang lain, maka hendaknya dia harus menggali sumber-sumber fitri yang seharusnya diketahui dan diterima oleh semua orang. Sumber-sumber fitri ini adalah sebuah sumber yang sebenarnya sudah tertanam dalam pikiran manusia dan sumber fitri ini tak lain adalah tuhan . Tuhan disebutkan sebagai sumber fitri karena tuhan merupakan satu-satunya hal yang manusia di seluruh dunia meyakini keberadaannya meskipun mereka mengaku ateis. Selain itu, pemunculan kata tuhan sebagai sumber yang fitri juga saya dasarkan atas kondisi dan hasanah budaya kita yang sangat menjunjung tinggi nilai ketuhanan.

Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya bahwa pergerakan haruslah didasarkan pada nilai, maka sebagai kaum yang melakukan pergerakan hendaknya kitapun mengetahui nilai yang mendasari pergerakan kita. Dan karena nilai harus dikaji dari ketuhanan, maka hendaknya penggalian tersebut harus didasarkan pada “penjelasan tuhan tentang dirinya sendiri” . pasalnya, tidak mungkin, kita mampu mengetahui dengan detail bentuk, wujud maupun ketetapannya kecuali lewat apa yang dijelaskannya (al-kitab). Memang metode ini mengalami kendala ketika ditanya tentang aliran tafsir mana yang harus kita ikuti? Mengenai hal ini, dalam dunia ini terdaapat banyak sekali kitab-kitab tafsir yang digunakan oleh seorang muslim. Namun tafsir mana yang harus kita gunakan sebagai acuan dalam aktifitas kita di HMI? Adalah tafsir yang sesuai dengan kondisi pemikiran kita (cocok dengan pemikiran kita), namun dengan caatatan, komitmen atas penggunaan tafsir itu harus selalu dijaga supaya tidak tergolong orang fasik yang plin-plan.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa semua yang kita jadikan dasar hendaknya bersumber dari al qur’an, maka atas dasar itulah nilai dasar perjuangan kita juga didasarkan pada al Qur’an juga. Meskipun tidak bisa kita pungkiri bahwa pengetahuan tentang filfasat maupun yang lainnya perlu kita miliki juga. Seandainya saja kita perlu mengenggunakkan fisafat maupun cara lainnya sebagai metode untuk mengenal dasar-dasar nilai yang menjadi acuan dasar pergerakan kita, hendaknya hal itu digunakan untuk memperkuat pemahaman atau keyakinan kita akan apa yang telah terdapat dalam alqur’an tidak sebaliknya.

Sebuah pergerakan akan memiliki peluang berhasil yang lebih besar jikalau nilai-nilai yang mendasarinya benar-benar terserap bagus oleh tokoh-tokoh penggerak maupun orang yang ikut berpartisipasi dalam pergerakan tersebut. Karena hal ini, menyangkut loyalitas dan arah gerakan yang nantinya dirancang. Ketika dasar-dasar pergerakan tidak mampu diserap dan dijiwai oleh orang yang melakukan pergerakan, maka pergerakan tersebut tidak akan fleksibel dan mudah terpatahkan akibat loyalitas orang yang berpartisipasi rendah karena kurangnya motor penggerak yang membuatnya benar-benar loyal dan bersedia untuk bergerak dengan ikhlas. Sedangkan seandainya loyalitas mereka sudah tinggi meskipun dengan tanpa memahami nilai dasarnya, maka kemungkinan yang terjadi adalah hilangnya arah pergerakan tersebut. Setidaknya hal inilah yang sekarang menimpa badan organisasi maupun agama kita.

Begitu eratnya hubungan antara nilai dan pergerakan seharusnya menjadi perhatian khusus bagi para actor pergerakan. Karena diakui ataupun tidak, tantangan terbesar dari seorang actor penggerak adalah mempertahankan agar pergerakan tetap dinamis dengan tetap adanya nilai yang dipegangnya. Hal ini disebabkan oleh keadaan zaman yang memang diarahkan untuk meniadakan nilai-nilai dan lebih condong kearah material. Penghilangan nilai-nilai ini dapat kita lihat dari kesukaan masyarakat pada hal-hal yang bersifat kongkrit (lebih mementingkan subtansi) seperti jumlah harta, kecantikan paras, dan sebagainya, katimbang inti dan kegunaannya (eksistensi) seperti manfaat dari harta, keindahan akhlaq dan sebagainya. Bahkan hal ini juga merambah pada arah pergerakan agama. Dan hal ini jugalah yang mengakibatkan pergerakan agama menjadi kurang efektif . Dengan melihat kondisi masyarakat dan agama yang semacam ini, tugas dari para actor penggerak saat ini adalah menentukan bagaimana caranya agar nilai-nilai tersebut tetap hidup supaya pergerakannya lebih efektif dan memiliki arah gerakan yang jelas.

No comments:

Post a Comment